0 Comments

Ketika memasuki peran sebagai orang tua baru, tak jarang kita merasa bingung, cemas, dan kewalahan. Segala hal terasa baru, mulai dari menyusui, mengganti popok, hingga menenangkan bayi yang menangis tanpa henti. Di tengah proses adaptasi ini, kesalahan pun kerap terjadi—bukan karena lalai, tetapi karena kurangnya pengalaman. Oleh sebab itu, penting bagi setiap orang tua baru untuk mengenali berbagai kesalahan umum yang sering dilakukan, agar dapat merawat si kecil dengan lebih percaya diri, tenang, dan penuh kasih sayang sejak hari pertama.


Baca Juga : Panduan MPASI Pertama: Menu dan Waktu yang Tepat untuk Si Kecil

1. Terlalu Sering Mencari Jawaban di Internet

Di era digital ini, mencari informasi jadi sangat mudah. Namun, banyak orang tua baru justru terjebak pada kebiasaan overgoogling. Mereka mencari jawaban untuk setiap tangisan, ruam, atau gerakan bayi, yang kadang berujung pada kekhawatiran berlebihan.

Sebagai contoh, bayi cegukan bisa jadi hal wajar. Tapi setelah membaca berbagai forum, orang tua bisa menduga macam-macam yang tidak perlu. Akibatnya, stres meningkat, dan kepercayaan terhadap intuisi sendiri menurun.

Oleh karena itu, penting untuk memilih sumber terpercaya—seperti situs medis, dokter anak, atau bidan. Gunakan internet untuk tambahan wawasan, bukan sebagai pengganti diagnosis profesional.

Lebih jauh lagi, penting menyadari bahwa setiap bayi berbeda. Apa yang berlaku untuk satu anak belum tentu cocok untuk yang lain. Maka, jangan terlalu terpaku pada artikel viral atau pengalaman orang lain di media sosial.

Dengan kata lain, jadikan internet sebagai alat bantu, bukan sebagai penentu utama keputusan parenting.


2. Mengabaikan Perawatan Diri Sendiri

Banyak orang tua baru fokus sepenuhnya pada bayi hingga lupa bahwa diri mereka juga perlu dirawat. Padahal, orang tua yang sehat fisik dan mental akan lebih optimal dalam mengurus si kecil.

Sebagai permulaan, ibu yang baru melahirkan membutuhkan pemulihan tubuh dan waktu istirahat. Sementara ayah pun butuh adaptasi emosional terhadap peran barunya. Jika semua energi tercurah ke bayi tanpa memperhatikan diri sendiri, maka kelelahan fisik dan mental sangat mungkin terjadi.

Untuk itu, jadwalkan waktu untuk tidur, makan teratur, dan ambil jeda sejenak. Jangan ragu meminta bantuan pasangan atau keluarga. Menitipkan bayi sejenak untuk mandi dengan tenang bukanlah bentuk kelalaian—itu bagian dari menjaga kewarasan.

Selain itu, berbicara dengan teman sesama orang tua atau mengikuti grup support parenting juga bisa membantu. Dengan berbagi cerita, beban emosional terasa lebih ringan.

Ingatlah, kamu juga manusia. Merawat bayi dimulai dengan merawat diri sendiri.


3. Menganggap Menangis Selalu Tanda Bahaya

Bayi menangis. Itu fakta. Namun, banyak orang tua baru langsung panik tiap kali mendengar tangisan si kecil, seolah itu selalu pertanda ada yang salah.

Padahal, tangisan adalah satu-satunya cara komunikasi bayi. Bisa jadi ia lapar, lelah, butuh digendong, atau hanya merasa tidak nyaman.

Maka dari itu, penting untuk mulai mengenali pola tangisan bayi. Dengan begitu, kamu bisa belajar membedakan mana tangis lapar, mana tangis lelah, dan mana tangis “aku hanya butuh perhatian”.

Lebih lanjut, kepanikan berlebihan hanya akan memperburuk suasana. Bayi justru bisa ikut merasa tidak tenang jika orang tuanya tampak cemas.

Sebagai solusi, cobalah tetap tenang. Tarik napas dalam-dalam sebelum merespons. Jika perlu, pelajari teknik menenangkan bayi seperti white noise, skin-to-skin contact, atau metode swaddle.

Intinya, jangan buru-buru menganggap setiap tangisan sebagai keadaan darurat. Sering kali, cukup dengan pelukan dan kehadiran orang tua, si kecil bisa merasa lebih baik.


4. Membandingkan Perkembangan Anak

Salah satu kesalahan paling umum adalah membandingkan bayi sendiri dengan bayi orang lain. Apalagi dengan maraknya media sosial, di mana setiap momen “pintar” bayi diabadikan dan dipamerkan.

Akibatnya, orang tua jadi merasa anaknya “terlambat” hanya karena belum bisa tengkurap atau merangkak seperti bayi lain. Padahal, setiap anak punya garis waktu tumbuh kembang yang berbeda.

Daripada terus membandingkan, lebih baik fokus pada milestone bayi sendiri. Gunakan grafik pertumbuhan dan panduan perkembangan sebagai acuan, bukan sebagai kompetisi.

Jika memang ada kekhawatiran, konsultasikan dengan dokter anak, bukan dengan komentar netizen. Jangan biarkan rasa tidak percaya diri tumbuh hanya karena unggahan orang lain.

Selain itu, jangan lupa merayakan kemajuan kecil yang mungkin tak terlihat di mata orang lain. Setiap senyum, tatapan mata, atau gerakan tangan bayi adalah bukti bahwa ia terus belajar.

Kesimpulannya, berhentilah membandingkan dan mulai menghargai proses unik yang dijalani si kecil.


5. Tidak Konsisten dalam Pola Tidur Bayi

Tidur adalah hal penting untuk perkembangan otak bayi. Namun sayangnya, salah satu kesalahan orang tua baru yang sering terjadi adalah mengabaikan pentingnya rutinitas tidur yang konsisten.

Sering kali bayi dibiasakan tidur di waktu berbeda-beda tiap hari, atau bergantung pada gendongan, ayunan, bahkan tayangan video untuk tertidur. Akibatnya, bayi kesulitan membentuk pola tidur alami.

Oleh karena itu, ciptakan rutinitas sederhana sebelum tidur, seperti mandi air hangat, menyusui, dan membacakan cerita. Lakukan di waktu dan tempat yang sama setiap hari agar bayi terbiasa.

Jika kamu ingin bayi tidur nyenyak tanpa bantuan eksternal, bantu ia belajar tidur sendiri sejak dini. Hindari terlalu sering menidurkan dengan digendong, karena bisa menjadi kebiasaan sulit diubah.

Tentu saja, setiap bayi berbeda. Tapi membangun kebiasaan tidur sehat akan mempermudah hidup orang tua juga.

Dengan rutinitas yang konsisten, tidur malam tak lagi menjadi perjuangan yang melelahkan.


6. Meremehkan Peran Ayah

Sering kali, orang tua baru—terutama ibu—menganggap pengasuhan bayi adalah tanggung jawab satu pihak saja. Padahal, ayah memiliki peran yang sangat penting dalam pengasuhan sejak hari pertama.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan ayah sejak awal berdampak positif pada perkembangan emosional anak dan hubungan keluarga secara keseluruhan.

Untuk itu, libatkan ayah dalam aktivitas seperti mengganti popok, menenangkan bayi, atau sekadar skin-to-skin contact. Ini bukan hanya membantu ibu, tapi juga membangun ikatan antara ayah dan anak.

Di sisi lain, ayah juga perlu diberikan ruang untuk belajar. Jangan langsung mengkritik atau menyalahkan saat ia belum sempurna. Karena, seperti ibu, ayah juga sedang belajar menjadi orang tua.

Dengan saling mendukung dan berbagi peran, proses parenting akan terasa lebih ringan dan menyenangkan bagi semua.


7. Takut Meminta Bantuan

Banyak orang tua baru merasa harus bisa melakukan semuanya sendiri. Padahal, ini justru bisa menjadi bumerang dalam jangka panjang.

Merasa kewalahan adalah hal yang sangat wajar. Namun, jika tidak segera mencari bantuan, stres bisa menumpuk dan berdampak pada kualitas pengasuhan.

Sebagai langkah awal, terbukalah kepada pasangan atau keluarga tentang apa yang kamu butuhkan. Entah itu waktu istirahat, bantuan membersihkan rumah, atau hanya teman untuk ngobrol.

Selain itu, jangan malu meminta bantuan profesional seperti konselor laktasi, psikolog, atau tenaga kesehatan jika diperlukan.

Justru, mengabaikan kebutuhan sendiri termasuk salah satu kesalahan orang tua baru yang paling umum. Dengan meminta bantuan, kamu menunjukkan bahwa kamu peduli pada kondisi diri sendiri dan bayi. Itu bukan tanda kelemahan, tapi bentuk keberanian dan tanggung jawab.


💬 Penutup: Orang Tua Hebat Bukan yang Sempurna, Tapi yang Mau Belajar

Menjadi orang tua baru tidak datang dengan buku panduan yang pasti. Setiap hari adalah proses belajar. Akan ada kesalahan, dan itu normal.

Namun, dengan mengenali kesalahan umum dan tahu cara menghindarinya, kamu bisa menjadi orang tua yang lebih siap, tenang, dan penuh kasih.

Ingatlah, tidak ada orang tua yang sempurna. Tapi orang tua yang mau belajar dan terus berkembang adalah mereka yang paling dibutuhkan anak-anaknya.

Related Posts